= Kasi PMD Kecamatan Pedes, Ahmad Satibi : "Ada Regulasi Yang Menaungi Penggunaan Dana Desa untuk Pencegahan Stunting" - Nuansa Metro

Kasi PMD Kecamatan Pedes, Ahmad Satibi : "Ada Regulasi Yang Menaungi Penggunaan Dana Desa untuk Pencegahan Stunting"


Foto: Kasi PMD kecamatan Pedes, Ahmad Satibi (Kanan), Pemerhati Stunting Dede Sunarya (Kiri).

www.nuansametro.co.id - Karawang
Kekurangan gizi kronis atau yang disebut stunting penyebabnya adalah kurangnya asupan gizi dalam waktu lama. Hal itu menyebabkan pertumbuhan pada anak balita menjadi rendah dari standar usianya. 

Anak stunting akan banyak mengalami kendala pada masa pertumbuhannya, terutama rendahnya kemampuan belajar. Kondisi ini tentunya akan berdampak pada pembangunan manusia Indonesia ke depan. 

Menurut data WHO data stunting di Indonesia masih tinggi persentasenya yakni sekitar 27 persen. Hal ini disampaikan Ahmad Satibi Kasi PMD Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang saat menerima kunjungan Nuansa Metro disela-sela kegiatan rapat Minggon kecamatan, Selasa, (8/2/2022).

"Angka stunting di Indonesia masih lebih tinggi dari toleransi WHO, walau masih masa pandemi, namun pemerintah tetap fokus untuk tuntaskan penanganan stunting. Ini dibuktikan dengan lahirnya Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, dimana pada pasal 11, 12 dan 13 diatur rinci bagaimana penyelengaraan percepatan penurunan stunting di tingkat desa dari mulai perencanaan dan penganggarannya", jelas Ahmad Satibi. 

Lebih lanjut Ahmad Satibi menerangkan, bahwa pemerintah telah memberikan dukungan anggaran untuk pencegahan stunting, melalui mekanisme belanja kementerian/lembaga, termasuk melalui mekanisme dana desa.

"Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa tertuang pula didalamnya, pedoman penggunaan dana transfer untuk mendukung pelaksanaan kegiatan intervensi pencegahan stunting yang didalamnya juga mencakup penggunaan dana desa untuk pencegahan stunting,"  jelasnya. 

Menurut Tibi, panggilan akrab Ahmad Satibi sejalan dengan Kemenkeu, Kemendesa telah memasukan pencegahan stunting sebagai salah satu prioritas penggunaan dana desa tahun 2022 dengan Permen Desa nomor 7 tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022 tercantum pada pasal 5 ayat (2) huruf b dengan penjelasan dibawahnya diprioritaskan pencegahan stunting untuk wujudkan Desa sehat dan sejahtera. 

Di samping itu, untuk memberikan penekanan pada setiap desa dalam penggunaan dana desa untuk pencegahan stunting, Kemenkeu menetapkan salah satu dokumen persyaratan pengajuan pencairan dana desa ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) adalah laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat desa.

Laporan yang disampaikan sebagai syarat pencairan dana desa tahap II ini, sekaligus sebagai bentuk monitoring atas penggunaan dana desa dalam pencegahan stunting.

Di tempat yang sama Dede Sunarya, salah seorang pemerhati stunting menambahkan berdasarkan hasil survei Status Gizi Balita pada 2019, prevalensi stunting Indonesia tercatat sebesar 27,67 persen. Angka itu masih di atas standar yang ditetapkan oleh WHO bahwa prevalensi stunting di suatu negara tak boleh melebihi 20 persen.

"Masalah stunting harus diatasi dengan baik agar generasi masa depan Indonesia bisa menjadi generasi yang unggul, berdaya saing, dan berkualitas,"  ungkap Dede. 

Masih menurut Dede Sunarya yang sering dipanggil Desun, menjelaskan ada pedoman pencegahan dan tatalaksana gizi buruk pada balita Kemenkes RI 2019 bahwa salah satu tahapan tata laksananya adalah pemberian F-75 dan F-100 pada balita stunting atau untuk pencegahan pada balita dari potensi kurang gizi. 

Hal ini dilakukan sebagai pemberian makanan tambahan (PMT) berupa makanan padat gizi sebagai pangan untuk keperluan medis khusus (PKMK).

"Pengadaan pangan untuk keperluan medis khusus dalam tatalaksana gizi buruk yang mengacu pada standar WHO antara lain adalah F-75 dan F-100", tambahnya. 

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah kegiatan pemberian makanan kepada balita dalam bentuk kudapan yang aman dan bermutu beserta kegiatan pendukung lainnya, dengan memperhatikan aspek mutu dan keamanan pangan. Serta mengandung nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan sasaran. 

Sementara F-100 merupakan upaya mengatasi anak kurang gizi serta pencegahan sejak dini agar anak tidak sampai menderita gizi buruk. Untuk F-75 diberikan bagi penderita gizi buruk kronis pada tahap awal sebagai stater untuk tahap stabilisasi. Pada tahap transisi dan rehabilitasi sebagai lanjutan diberikan F-100.  (Azis)