= Miris, Buruh di PT BIG Diduga Upahnya Belum Terbayarkan, Satu Karyawan ada yang Mencapai Diatas Rp. 10 Juta - Nuansa Metro

Miris, Buruh di PT BIG Diduga Upahnya Belum Terbayarkan, Satu Karyawan ada yang Mencapai Diatas Rp. 10 Juta


Foto : PT Buana Intan Gemilang (BIG) yang berada di Cipeundey Desa Tarajusari Kecamatan Banjaran, Bandung.

www.nuansametro.co.id - Bandung
Prihatin kata yang tepat diungkapkan bagi para buruh di PT Buana Intan Gemilang (BIG) yang berada di Cipeundey Desa Tarajusari Kecamatan Banjaran, Bandung. Pasalnya diduga sudah berbulan - bulan, bahkan hingga saat ini hasil keringatnya belum dibayarkan seluruhnya oleh pihak perusahaan. Gaji mereka yang belum terbayarkan, jumlahnya variatif, bahkan banyak yang lebih dari Rp. 10 juta.

Padahal secara hukum, pengusaha wajib membayar gaji atau upah pekerja, dimana para pekerja berhak atas upah sesuai dengan kesepakatan. Merujuk pada Undang – Undang Cipta Kerja (UUCK), secara hukum pengusaha tidak dapat melakukan penundaan pembayaran upah. 

Upah pun tidak bisa dicicil, karena harus dibayarkan seluruhnya pada setiap periode atau per tanggal pembayaran yang telah diperjanjikan

Dalam UUCK pun ditekankan, pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan persentase tertentu dari upah pekerja.

Parahnya lagi, di PT BIG perjanjian kerja antata buruh dengan pengusaha seolah tidak jelas dan mereka pun, mengakui tidak mengetahui no induk pekerja. Dalam selembar struk gaji, mereka hanya menerima tulisan besaran upah yang tak jelas hitungannya.

Tak hanya upah tidak dibayarkan seluruhnya, para buruh itupun mengungkapkan bahwa adanya pemotongan BPJS namun diduga tidak di bayarkan ke pihak BPJS.

Mereka mengungkapkan, terpaksa bekerja di PT BIG, lantaran sangat membutuhkan biaya hidup apalagi ditengah Pandemi Covid-19. Namun sayangnya, upah yang ditunggunya setelah bekerja tidak juga dibayarkan seluruhnya. Sehingga, mereka harus menjual barang-barangnya demi mencukupi kebutuhan Hidupnya sehari-hari. 

Merasa sangat kecewa dengan janji – janji yang tak kunjung dipenuhi, sejumlah buruh mendatangi Kantor Lembaga Bantuan Hukum (Lembakum) Siliwangi dan meminta bantuan hukum untuk menyelesaikan persoalan gaji.

Para penerima kuasa dari para pekerja tersebut yakni, Rubby Extrada Yudha, S.H, M.H., Alfa Avesiana, S.H., Kartika Sari Ayu Dewi, S.H., Sinta Mustikapuri, S.H., Uden Caraka, Ahmad Sudrajat, Yayan Koesmana

Kemudian, tanggal 29 Januari 2022 Lembakum Siliwangi sebagai Kuasa dari puluhan buruh mendatangi pimpinan PT BIG, untuk melakukan langkah Bipartit dalam penyelesaian upah yang menjadi perselisihan, saat itu yang menerima dari pihak perusahaan adalah Idris selaku Human Resources Development (HRD). 

Dari pertemuan itu, pihak perusahaan, menjanjikan akan menyelesaikan persoalan upah yang belum dibayarkan dan meminta waktu untuk melakukan verifikasi data sejumlah karyawan, yang menguasakan pada Lembakum Siliwangi. Hingga pada tangga 8 Pebruari 2022 Kuasa dari Lembakum Siliwangi mendatangi kembali PT BIG untuk mempertanyakan persoalan upah.

Namun, entah bagaimana sistem manajemen PT BIG, sehingga dari tanggal 29 Januari sampai tanggal 8 Pebruari 2022 pihak perusahaan mengatakan belum selesai melakukan verifikasi data dan jumlah upah yang belum terbayarkan.

 Bahkan Idris (HRD_red) malah mempertanyakan pada Kuasa Pekerja, terkait besaran masih-masing upah para buruh yang menguasakan pada Lembakum Siliwangi.

Atas nama perusahaan, Idris pun menyanggupi penyelesaian upah yang belum terbayarkan dengan cara “Dicicil” setiap bulan. 

Alasan klasik pun terlontar, bahwa  perusahan dalam kondisi sedang tidak normal meski tak mau disebut sedang dalam kondisi pailit. Hal itu pun ditolak mentah - mentah oleh Dadang Witarsa perwakilan para pekerja yang turut hadir.

Uden Caraka, salah satu kuasa pekerja mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Disnaker Kabupaten Bandung, untuk menyelesaikan persoalan upah yang menjadi perselisihan hubungan industri melalui Tripartit sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial setelah melengkapi dokumen risalah Bibartit.

Terkait hal ini, sambung Uden, pihaknya juga sudah mempersiapkan pengaduan kepada Bidang pengawasan ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat. 

Pihaknya juga akan meminta, bidang pengawasan untuk turun ke PT BIG agar dapat melihat keprihatinan kaum buruh yang tentunya akan berdampak pada para pekerja yang tak menguasakan pada Lembakum Siliwangi.

"Kami akan melakukan segala upaya sesuai perundang-undangan yang berlaku sampai para buruh dapat menerima haknya yang selama ini terkatung – katung". Ungkap Uden.

Sementara itu, Rifki Okta, Ketua Umum Lembakum Siliwangi mendorong terus langkah – langkah yang akan diambil oleh para advokat dan paralegal yang kini sedang membantu kaum buruh mendapatkan haknya.

Ia berharap persoalan yang menyangkut isi perut ini dapat segera selesai dan pihak perusahaan tidak membuat alasan-alasan yang tidak rasional. Pasalnya, menurut dia, buruh itu adalah aset yang sangat penting di sebuah perusahaan dan upah atau gaji itu merupakan salah satu elemen prioritas dalam produksi. 

Terkait disinyalir adanya upah dibawah UMK yang ditemukan tim kuasa pekerja, Rifki pun mengingatkan, bagi pengusaha yang tidak membayar upah sesuai dengan kesepakatan, baik tidak membayar tepat waktu dan atau besaran upah tidak sesuai dengan yang disepakati dalam perjanjian kerja atau membayar di bawah upah minimum, dapat dipidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 4 tahun dan atau denda minimal Rp100juta dan maksimal Rp400juta.  (Dimas)