= Praktisi Hukum Elyasa Budianto,S.H: "Kita Lihat Nanti Endingnya Seperti Apa. Disinilah Diuji Keseriusan APH Yang Ada Di Karawang Ini" - Nuansa Metro

Praktisi Hukum Elyasa Budianto,S.H: "Kita Lihat Nanti Endingnya Seperti Apa. Disinilah Diuji Keseriusan APH Yang Ada Di Karawang Ini"



Praktisi Hukum Elyasa Budianto,S.H.

www.nuansametro.com-Karawang
Pernyataan Juru bicara Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Karawang, dr. Fitra Hergyana Sp.KK yang menyampaikan bahwa pelaksanaan pengajian yang diduga dihadiri ratusan jamaah di Pondok Pesantren Al-Baghdadi Rengasdengklok sudah diberikan teguran tertulis dari Satgas Covid-19 Kabupaten Karawang. Serta pernyataan Fitra bahwa pengurus Ponpes Al-Baghdadi juga sudah dimintai klarifikasi oleh pihak yang berwajib mengenai kegiatan pengajian yang dihadiri banyak jamaah tersebut pada Sabtu, 23 Januari 2021 kemarin. Ditanggapi serius oleh pengacara kondang yang juga praktisi hukum asal Cikampek, H. Elyasa Budianto, S.H.

Menurut Elyasa, aparat penegak hukum yang ada di Karawang harus serius dalam mendalami terkait dugaan tindak pidana pelanggaran Protokol kesehatan terhadap Penyelenggara pengajian manaqib yang diselenggarakan di ponpes Al Baghdadi Rengasdengklok, Karawang itu.

"Kita lihat nanti endingnya seperti apa. Disinilah diuji keseriusannya Aparat Penegak Hukum yang ada di Karawang ini" ujar Elyasa yang diwawancarai nuansametro.com, Senin (25/1/2021).

Apalagi, menurut jubir satgas Covid 19, pihaknya sudah mengirimkan surat tegurannya kepada Penyelenggara pengajian manaqib di pondok pesantren Al Baghdadi Rengasdengklok, Karawang.

"Berarti, mereka (satgas Covid-19) serius tuh. Tinggal kita lihat nanti hasilnya seperti apa" katanya.

Lebih jauh Elyasa mengungkapkan, beberapa waktu lalu Pemerintah telah  merilis peraturan untuk menegakkan protokol kesehatan Covid-19 melalui Kapolri Jenderal Idham Azis pada November 2020 lalu, telah mengeluarkan surat telegram terkait penegakan protokol kesehatan Covid-19. Surat telegram bernomor ST/3220/XI/KES.7./2020 tertanggal 16 November 2020 itu ditandatangani oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo. 

Salah satu perintah dalam surat itu adalah agar jajaran kepolisian menegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap pelanggar protokol kesehatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. 

“Apabila dalam penegakan perda/peraturan kepala daerah tentang penerapan protokol kesehatan Covid-19, ditemukan adanya upaya penolakan, ketidakpatuhan atau upaya lain yang menimbulkan keresahan masyarakat dan mengganggu stabilitas kamtibmas, maka lakukan upaya penegakan hukum secara tegas terhadap siapapun,”seperti dikutip dari surat telegram Kapolri yang beberapa waktu telah dikeluarkan, dan bahkan masyarakat Indonesia pun semua sudah mengetahui tentang hal tersebut.   

Menurut Elyasa, dalam surat tersebut juga tercantum pasal-pasal yang menjadi acuan, yakni Pasal 65 KUHP, Pasal 212 KUHP, Pasal 214 ayat (1) dan (2) KUHP, Pasal 216 KUHP, dan Pasal 218 KUHP. Kemudian, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, Pasal 84 dan Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. 

Adapun Pasal 212 KUHP mengatur perihal perlawanan terhadap pejabat yang sedang menjalankan tugasnya. Pasal tersebut mengatur, Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500. 

Kemudian, Pasal 216 ayat (1) KUHP menyebutkan, Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000. 

Sementara, Pasal 218 KUHP menyatakan, Barangsiapa pada waktu rakyat datang berkerumun dengan sengaja tidak segera pergi setelah diperintah tiga kali oleh atau atas nama penguasa yang berwenang, diancam karena ikut serta perkelompokan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp 9.000.

Sedangkan, Pasal 93 mengatur, setiap orang yang tidak mematuhi dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp 100 juta.

"Semua sudah jelas peraturan dan perundang-undangan nya. Jadi peristiwa dugaan pelanggaran Protokol kesehatan Covid-19 pada pengajian manaqib di pondok pesantren Al Baghdadi itu harus dilaksanakan dengan serius. Biar tidak ada kesan Pemerintah membeda-bedakan" tegas Elyasa. (np)